Pengalaman paling berkesan selama bekerja disalah satu bank swasta nasional bukanlah kisah heroik tentang kesuksesan alih status dari p...
Pengalaman paling berkesan selama bekerja disalah satu bank swasta nasional bukanlah kisah heroik tentang kesuksesan alih status dari pegawai kontrak menjadi pegawa tetap hanya dalam waktu 6 bulan saja. Juga bukan tentang bagaimana meraih Key Performance Indikator (KPI) maksimal agar meraih kenaikan gaji yang signifian diakhir tahun.
Namun tentang teman sejawat, lebih tepatnya tentang senior di perusahaan yang sama yang karirnya moncer, merangkak naik dari bawah dengan begitu cepat, namun berakhir tidak begitu indah, terutama bagi keluarganya, akibat dari perencanaan keuangan yang kurang matang.
Adalah seseorang, sebut saja namanya pak Agung (bukan nama sebenarnya), beliau sangat pintar dan mencapai posisi yang lumayan tinggi di kantor. Dia berjuang hingga menjadi Cluster Manager (CM), atau setingkat kepala wilayah. Beranjak dari Officer, Asisten Manajer, Unit Manajer (UM), Flying Unit Manajer (FUM), hingga mencapai Level Cluster Manager (CM).
Namun saat dia di posisi Cluster Manager (CM) di perusahaan banking tersebut, beliau terkena kanker kelenjar getah bening.
Selama beliau berjuang di perusahaan tersebut, sudah membantu lebih dari 100 manajer dan menghasilkan banyak sekali keuntungan bagi perusahaan dan para karyawannya.
Namun akhirnya setelah 4 tahun berjuang melawan kanker beliau meninggal dunia.
Saat pemakaman, rekan-rekan kantor, dan bawahan, dan atasan, serta bos-bos beliau dari Jakarta hanya berkata turut berbela sungkawa.
Dan setelah itu anak dari beliau itu hanya menerima santunan 50 juta rupiah.
Tetapi gaji beliau selama bekerja, yang hampir sebesar 45 juta rupiah itu lenyap begitu saja.
Lalu bagaimana dengan perjuangannya selama ini membangun karir di perusahaannya?
Anak dari beliau harus memulai semuanya dari Nol lagi, jangankan mewarisi gaji beliau selama di perusahaan, mewarisi jabatannya pun tidak. Bahkan untuk masuk diperusahaan yang sama dengan perusahaan tempat bapaknya bekerja semasa hidup pun tidak bisa langsung begitu saja, tetap harus melewati berbagai macam test yang belum tentu lulus.
Anak beliau yang masih kecil dan bersekolah di SD favorit, terpaksa harus pindah ke sekolah yang lebih murah. Dan istri beliau terpaksa juga harus pindah hidup ikut orang tuanya, karena istri beliau selama ini tidak bekerja, dan otomatis tidak berpenghasilan.
Anda yakin ini yang anda mau dalam hidup anda?
Atas dasar inilah asuransi jiwa itu menemukan maknanya. Seandainya saja semasa hidup dan masih produktif, Pak Agung mau beli asuransi jiwa dengan nilai pertanggungan minimal 3 Miliar, niscaya uang 3 Miliar itu sudah otomatis akan beliau wariskan kepada anak dan istrinya.
Dengan uang 3 miliar, istri Pak Agung tidak perlu numpang hidup di rumah orang tuanya, anaknya yang masih kecil juga tidak perlu pindah ke sekolah yang lebih murah. Karena dengan uang warisan 3 milar rupiah yang dia terima dari asuransi, jika di taruh di deposito, dengan asumsi bunga depopsito sekitar 5-7 % per tahun, maka hasil bunga deposito itu sudah cukup untuk membiayai hidupnya, meskipun telah ditinggal pergi suaminya untuk selamanya.
*Gambar hanya ilustrasi, dan tidak merepresentasikan tokoh cerita yang sebenarnya.
COMMENTS