Generasi milenial dikenal sebagai generasi yang suka milih-milih pekerjaan dan profesi. Apalagi anak muda jaman sekarang, cenderung m...
Generasi milenial dikenal sebagai
generasi yang suka milih-milih pekerjaan dan profesi. Apalagi anak muda jaman
sekarang, cenderung mengedepankan gengsinya dalam menjalani pekerjaan.
Tidak banyak anak muda seperti Febri
Aviano Agusta atau akrab disapa “Temon” ini, yang mungkin adalah satu diantara
sedikit generasi milenial yang memilih untuk berwirausaha dengan berjualan nasi
hik atau angkringan.
Anak muda asli Pacitan ini
sehari-hari berjualan nasi hik di depan SMPN 4 Mentoro, Desa Mentoro Kecamatan
Pacitan. Dilansir dari pacitanku.com (29/07/19), ia menceritakan pengalamannya
mengapa dirinya memilih untuk berjualan nasi hik, salah satu profesi yang
mungkin kurang familiar di kalangan anak muda.
Tiap hari, jajanan berupa nasi
kucing, gorengan, kopi hingga teh hangat menjadi kesehariannya. Meski usia
masih muda, dirinya tak canggung saat melayani para pembeli yang datang ke
warung hik miliknya tersebut.
“Saya baru menyadari, betapa
tidak mudah menjalani hidup berada di posisi bawah, semua orang itu spesial,
itulah yang saya sadari, meskipun sering kali saya beranggapan, orang yang
hanya diam saja sebagai anak muda, adalah orang bodoh yang tidak bisa melakukan
apapun, atau bahkan kita sering kali diremehkan orang sebagai penjual nasi
angkringan,” katanya kepada dilansir dari media yang sama.
Pria kelahiran Pacitan, 24
Februari 1995 ini melanjutkan, nasi angkringan hik buka tiap hari antara pukul
13.00 WIB hingga pukul 00.00 WIB. Dia pun mengatakan rata-rata penghasilan bersih
yang diperoleh dari jualan nasi hik per hari adalah Rp40 ribu.
Menjadi penjual nasi hik diwarung
angkringan tentu saja bukanlah cita-cita dan keinginan Temon. Memang saat kecil
ia mempunyai cita -cita jadi pengusaha, namun berwirausaha dengan mendirikan
angkringan bukanlah bayangannya.
Temon adalah putra sulung dari
tiga bersaudara, sebelum terjun di bisnis angkringan dirinya sempat bermimpi
untuk meneruskan jenjang S1 setelah lulus SMA. Namun tujuannya kandas
disebabkan orang tuanya tidak cukup mampu untuk membiayai sekolahnya .
Meski demikian, dia tidak
berputus asa, dengan tetap semangat Temon memutuskan untuk membuka usaha
angkringan. Setiap pagi ia harus belanja kepasar, sesampai dirumah membantu
masak ibunya, selesai pukul satu siang langsung buka sampai larut malam.
Ditengah perekonomian yang
mungkin bagi sebagian orang terasa sangat sulit, Temon optimistis usahanya
angkringan akan bisa sukses kedepannya. “Tiap bulan rata-rata omzetnya sekitar
Rp900 ribu,” tandasnya.
Optimisme yang bukannya tanpa
alasan, selama sebuah pekerjaan atau profesi dijalankan dengan sepenuh cinta
dari hati, maka sesuatu yang pada awalnya terlihat tidak mungkin pun bisa
menjadi sangat mungkin. Bukankah jalan mewujudkan cita-cita untuk menjadi
seorang pengusaha memang penuh lika liku. Bisa jadi sebuah warung angkringan
adalah awal dari jalan panjang untuk mewujudkan impian menjadi seorang
pengusaha sukses.
COMMENTS