Nasib seseorang siapa yang tahu, bisa saja sekarang berada dalam kondisi perekonomian pada titik terendah, namun kemudian secara dras...
Nasib seseorang siapa yang tahu,
bisa saja sekarang berada dalam kondisi perekonomian pada titik terendah, namun
kemudian secara drastis meningkat hingga mencapai level yang sangat tinggi. Seperti
misalnya yang terjadi pada pria asal Madiun Jawa Timur ini. Siapa sangka
pemulung, atau lebih tepatnya mantan pemulung asal Desa Kepel, Kecamatan Kare,
Madiun, ini meraih sukses usai berbisnis porang.
Porang adalah sejenis umbi yang
dapat dijadikan sebagai bahan makanan, kosmetik, biasa tumbuh liar
dilahan-lahan pedesaan. Namun justru porang yang bertampang ndeso inilah mampu mengubah
kehidupan Paidi.
Paidi yang dulunya seorang pemulung,
kini menjual porang bahkan hingga ke luar negeri. Namun kesuksesan ini tak
membuat dirinya jumawa dan melupakan sesamanya. bahkan Paidi pun sangat terbuka
untuk berbagi ilmu dan pengalaman, serta
modal bagi petani di desanya, yang memiliki minat seperti dirinya untuk
mengembangkan porang.
Namun semua kesuksesan yang kini
berhasil diraih Paidi bukanlah suatu hal yang tiba-tiba terjadi begitu saja. Semua
tentu ada awal mula serta sebab musababnya. Melansir dari kompas.com (19/06/19),
Paidi menceritakan, awal mula mengenal porang adalah saat saat bertemu dengan
seorang teman di panti asuhan di Desa Klangon, Kecamatan Saradan, Kabupaten
Madiun, sepuluh tahun silam. Saat itu, Paidi dikenalkan tanaman porang yang
dibudidayakan oleh warga setempat.
"Setelah saya cek, ternyata
porang menjadi bahan makanan dan kosmetik yang dibutuhkan perusahaan besar di
dunia," ungkap Paidi dilansir dari media yang sama. Setelah belajar, Paidi
kemudian menelusuri berbagai informasi tentang porang di internet. Dari penelusurannya
di dunia maya, Paidi menyimpulkan porang merupakan kebutuhan dunia. Melihat
peluang itu, Paidi pun mulai memutar otak.
Dan berbekal penelusuran di
Google, Paidi kemudian mendapatkan banyak ilmu tentang bagaimana mengembangkan
porang di lahan pertanian terbuka. Hasil penelusuran itu lalu dikumpulkan dalam
satu catatan yang dia namai sebagai revolusi tanam baru porang.
"Menanam porang rata-rata
harus di bawah naungan. Di sini, menanam tanpa harus naungan. Kami menggunakan
revolusi pola tanam baru," kata Paidi.
Paidi mengatakan, dengan revolusi
tanam baru itu, hasil panennya berbeda jauh dengan pola tanam konvensional yang
mengandalkan bertanam porang di bawah naungan pohon.
"Kalau memakai pola tanam
konvensional, panennya paling cepat tiga tahun. Sementara dengan pola tanam
baru bisa lebih cepat panen enam bulan hingga dua tahun dan hasilnya juga bisa lebih
banyak lagi," ujar Paidi, masih dilansir dari media yang sama.
Paidi juga menegaskan, bila
menggunakan pola tanam konvensional, maka tidak akan bisa diharapkan untuk mengejar
kebutuhan dunia. Sementara dengan revolusi pola tanam intensif temuannya, satu
hektar lahan bisa memanen hingga 70 ton.
Dengan penemuannya tersebut,
Paidi kini telah memiliki omset "Sudah di atas satu miliar" dari
hasil bisnis porang tersebut. Pria yang awalnya hanya dikenal sebagai sosok
pemulung yang tinggal di Desa Kepel, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun tersebut,
sejak bisnis porangnya sukses, kini rumah Paidi berubah drastis. Jika dulu
hanya berdinding anyaman bambu dan berlantai tanah, maka sekarang sudah berubah
total.
Tak hanya itu, pria berambut
gondrong ini kini juga menjadi sosok yang banyak dicari kalangan petani karena
keberhasilannya membudidayakan porang dengan metode baru. Ia pun dengan senang
hati membagi ilmu dari cara bertanam hingga memberikan informasi harga porang, dan
bahkan membuat blog dan channel YouTube yang bisa diakses oleh siapa pun.
Menurut Paidi, ilmu yang dia bagikan
di media sosial itu diharapkan dapat menarik petani di manapun untuk
mengembangkan porang. Apalagi, porang memang tergolong mudah untuk dikembangkan
dan dipasarkan. "Saya buat tutorial di akun infoasalan atau
paidiporang," ungkap Paidi.
Kepala Desa Kepel Sungkono pun mengamini,
bahwa kini banyak warganya yang ikut menanam porang karena terinspirasi dengan
kisah sukses Paidi. Bahkan, dalam dua tahun terakhir, tidak kurang dari 85
persen warga di Desa Kepel menanam porang.
“Tahun lalu penjualan porang di
desa kami tembus hingga Rp 4 miliaran. Warga yang memiliki lahan seluas satu
hektar bisa meraih untung hingga Rp 110 juta,” kata Sungkono, mengutip dari
kompas.com
Desa Kepel sendiri kini memiliki
Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) yang khusus mengurusi porang, mulai dari
pembibitan hingga bahkan bisa menjual sendiri hasil panennya. Hal ini memang
ditujukan untuk membantu petani dalam mengembangkan porang.
Bahkan, bumdes juga siap
memberikan pinjaman modal kepada petani yang ingin mengembangkan porang.
"Kalau petani jual sendiri, harganya bisa dimainkan tengkulak," kata
Sungkono. Untuk pengembangan porang, Bupati Madiun Ahmad Dawami yang biasa
akrab disapa Kaji Mbing mengharapkan semua petani mengembangkan porang menyusul
adanya investasi besar pabrik porang di Madiun. Dengan demikian, semua petani
bisa menanam porang dan bekerja sama pabrik olahan. "Dan tidak akan
terjadi petani menanam, pabrik akan membeli dengan harga yang murah," ujar
Kaji Mbing.
Tak hanya ingin menularkan ilmu
bertanam porang, Paidi juga menginginkan seluruh petani di desanya bisa
berangkat umrah ke Tanah Suci tanpa membebani biaya apa pun. Untuk mengumrahkan
petani yang tidak mampu, Paidi memberikan bibit bubil (katak) sebanyak 30
kilogram gratis kepada petani. Petani yang mendapatkan bantuan bibit dari Paidi
harus menanam dan merawatnya hingga bisa meraih panen dalam jangka waktu dua
tahun.
Bila dihitung, panen porang
dengan bibit bubil 30 kg bisa menghasilkan Rp 72 juta. “Uang hasil panen itu
bisa untuk memberangkatkan umrah pasangan suami istri. Tetapi kalau panen lebih
dari itu, sisa uangnya kami berikan kepada petani,” ujar Paidi.
Bagaimana sobat literasi, apakah
kamu tertarik juga untuk ikut membudidayakan tanaman porang di daerahmu? Kalau kamu
memang memiliki lahan yang bisa ditanami, tidak ada salahnya bukan untuk
mencoba.
COMMENTS