Salah satu yang menghambat pencapaian cash seseorang adalah enggannya seseorang dalam berjualan. Keengganan seseorang dalam berjualan ...
Salah satu yang menghambat
pencapaian cash seseorang adalah enggannya seseorang dalam berjualan.
Keengganan seseorang dalam berjualan tentu sangat beragam dan itu sah-sah saja.
Sebenarnya, semua orang itu
jualan, tapi mungkin ada yang vulgar atau ada yang lembut bermodus tak terasa.
Atau bisa jadi, kegiatan transaksi itu tidak pernah mereka sadari.
Misalnya seorang karyawan yang
merasa tidak pernah berjualan, padahal,
seorang karyawan itu menjual kompetensi dirinya, menjual produktifitasnya, yang
kemudian ditukar dengan gaji dan insentif.
Seorang Trainer yang merasa tidak
berjualan, sebenarnya sedang menjual penampilannya saat tampil. Jika
"dibeli", maka peserta dan klien akan puas dan memperhitungkan sang
Trainer untuk kemudian diundang kembali ke corporate. Walaupun merasa tidak ada
aktivitas menjual yang dilakukannya. Karena ini adalah undangan langsung dari
corporate, tetap saja hal ini adalah berjualan.
intinya, setiap orang dewasa yang
sedang berjuang hidup mencari penghasilan sebenarnya dapat dipastikan terlibat
dalam aktivitas berjualan.
Ketika kita sudah memahami bahwa
berjualan itu penting dan menjadi pondasi penghasilan, ada sebagian dari
sahabat yang kemudian merasa berat untuk berjualan. Obrolan demi obrolan
terjadi, hingga akhirnya Saya menemukan sebuah alasan bahwa mereka merasa berdosa
saat berjualan.
"Rasanya berat mas, teman
sendiri sampe mengeluarkan uang untuk produk yang kita jual, suka gak
tega."
Itulah kalimat yang sering
terucap dari mereka yang merasa bahwa berjualan itu berdosa.
Mari kita bahas, apakah
sebenarnya berjualan ini berdosa?
Setidaknya, ada tiga pondasi
berfikir besar, mengapa berjualan itu tidak berdosa dan malah berpahala:
1. Berjualan sebenarnya hanya tukar menukar nilai yang setara.
Jual beli sebenarnya adalah
aktivitas tukar menukar sesuatu yang setara. Sebuah pulsa 100 ribu ditukar
dengan uang senilai 100 ribu pula. Setara. Dan itu sah-sah saja.
Walau beberapa nilai produk
memiliki persepsi ghoib yang berbeda satu dengan yang lain, namun ketika
seseorang meyakini nilai itu, dan membayarnya, semua jadi setara.
Es teh manis di warteg dibandrol
dengan 2000 rupiah sementar ice tea di sebuah cafe bisa dijual hingga 22.500.
Keduanya sama-sama berupa teh manis yang diberi es batu. Namun persepsi ghaib
keduanya membuat seseorang mau membayarnya.
Sehingga, berjualan sebenarnya
hanya menawarkan sebuah produk yang bernilai. Ada produk yang membawa manfaat,
dan kita tawarkan jepada seseorang yang membutuhkan. Sederhana saja. Tidak
rumit.
Ada produk yang menurut kita
membawa solusi, lalu kita melihat sahabat kita meniliki masalah yang dapat
disolusikan dengan produk kita. Maka jual saja produknya. Anda sedang membantu
dan menolong orang.
Pertanyaan lanjutan setelah ini
adalah :
"Kalo emang niat bantu kang?
Kenapa gak digratiskan saja?"
Oke, Saya akan sabar menjawabnya.
Sebuah kebermanfaatan produk
harus berbentuk industri agar kebermanfaatannya terus berjalan. Sebuah layanan
pendidikan itu membawa manfaat, agar anak-anak kita dapat mengenyam pendidikan
yang baik. Lalu apa yang terjadi jika sekolah tidak mendapatkan pemasukan? Apa
yang terjadi jika guru-guru dibayar dibawah UMR dan tidak dapat bertahan hidup
dengan gaji yang ada?
Maka guru-guru akan mencari mata
pencaharian yang lain, lalu apa yang terjadi pada peserta didik yang diajar
oleh seorang guru yang mengajar dengan waktu sisa?
Begitu juga dengan industri
training atau bahkan business coaching. Sah-sah saja ketika seorang konselor
bisnis menetapkan tarif atas jasa konseling dan konsultasi dalam membangun
bisnisnya. Karena seorang owner bisnis membutuhkan itu, dan beberapa coach
memang benar-benar memfokuskan dirinya untuk mendidik pebisnis. Hidupnya sudah
fokus disana. Jadi gak ada yang salah dalam hal-hal berbayar. Bahkan ada yang
membayarnya dengan sharing profit.
Dalam beberapa kesempatan,
sesuatu yang gratis menyebabkan beberapa layanan tidak sempurna dikerjakan.
Sebuah layanan yang terlalu murah menyebabkan banyak cost operasi dipangkas,
sehingga klien tidak terlayani dengan baik.
Oke ya... begitulah makna
berbayar dalam sebuah bisnis. Sah sah saja. Dan kita harus membayar agar
lestari.
Bayangkan jika kebutuhan
seseorang akan transportasi digratiskan, dan layanan transportasi tersebut
tidak mendapatkan subsidi dari mana-mana. Ya jelas bangkrut.
2. Berjualan sebenarnya membantu orang untuk berbelanja.
Hal yang kedua yang ingin Saya
sadarkan kepada para pebisnis adalah tentang ketetapan belanja setiap orang.
Setiap orang dalam masyarakat pasti meniatkan diri untuk berbelanja. Dan
beberapa rumah tangga bahkan menetapkan angka belanjanya setiap bulan.
Kami mau belanja 5 juta bulan
ini.
Kami mau belanja buku 2 juta
bulan ini.
Kami mau rekreasi 1 juta bulan
ini.
Maka, berjualan hanya aktivitas
untuk membantu seseorang dalam berbelanja. Karena walaupun Anda berjualan atau
tidak, mereka tetap membelanjakan uangnya. Dan uangnya akan habis juga.
Lalu, yang harus kita maknai
adalah, apa yang terjadi jika mereka salah membeli buku, salah memilih tempat rekreasi,
salah membeli produk?
Maka, jika Anda memiliki produk
yang memang berkualitas, bahkan Anda telah memakainya, atau bahkan Anda telah
mendapatkan manfaat atasnya, lalu apalagi alasan Anda untuk tidak menjualnya.
Berhasil closing penjualan
ataupun tidak sebenarnya hanya efek samping. Dan itu bukan masalah yang besar.
Ketika ada seseorang yang menolak produk kita, berarti mereka bukanlah market
kita. Ketika ada yang masih mikir-mikir, berarti mereka membutuhkan penguatan.
Ketika ada yang menerima, berarti produk kita cocok untuk mereka.
Sederhana, tidak perlu merasa
berdosa, kita sedang membantu seseorang untuk berbelanja.
3. Berjualan adalah kerja menggerakkan ekonomi.
Yang ketiga adalah bergeraknya
ekonomi. Sebuah kesejahteraan terjadi jika ada arus pergerakan uang. Bukan
banyaknya uang. Sebuah negara dengan uang yang berlimpah akan menjadi sengsara
jika uang masyarakatnya tersimpan dan tidak bergerak terbelanjakan di sektor
riil.
Ketika Anda berjualan buku, maka
Anda mendapatkan untung, lalu modal beli buku dibayarkan ke Agen Buku. Setelah
itu Agen Buku membayar kembali ke Penerbit. Lalu penerbit membayar pabrik
kertas, tinta hingga cicilan mesin. Setelah itu pabrik bergerak, pembuat mesin
cetak bergerak dan semua SDM yang terkait rantai panjang penjualan buku menjadi
hidup karena mendapatkan pemasukan.
Maka, 1 kali closing dalam sebuah
penjualan akan mengakibatkan rentetan kesejahteraan pada jutaan orang lainnya.
Transaksinya sederhana, hanya Anda dan Customer, tetapi dibalik itu, akan ada
jutaan orang yang kemudian teraliri kehidupannya, akibat aksi penjualan Anda.
Masihkah enggan untuk berjualan?
Masihkah ragu untuk menjual
sesuatu?
Masihkah merasa berdosa?
Wajar jika kemudian janji langit
menganugerahkan keberkahan pada para pedagang. Karena para pedagang inilah yang
terus menggerakkan kebaikan di masyarakat. Apa kebaikannya : mensejahterakan
banyak orang.
Akhirul kalam, semoga tulisan ini
mengalir keseluruh penjuru tempat. Menyapa hati para penjual yang sedang jatuh
mentalnya. Membangkitkan para pedagang yang sedang gelap jiwanya. Menghidupkan
semangat para seller yang rindu closing.
Mulailah penjualan dengan
semangat berpahala. Tidak akan ada energi positif apabila sebuah proses
penjualan diliputi perasaan berdosa. Lepaskan perasaan buruk itu. Kembalilah
mencatat list target market Anda. Bangun rencana penjualan. Dan tawari..
juali... edukasi... semoga closing yang banyak ya.. aamiin.