Musibah kecelakaan lalu lintas bisa menimpa siapa saja. Korban harus mengeluarkan biaya pengobatan atau perbaikan untuk kendaraan. Tentunya,...
Musibah kecelakaan lalu lintas
bisa menimpa siapa saja. Korban harus mengeluarkan biaya pengobatan atau
perbaikan untuk kendaraan. Tentunya, nilai yang harus dikeluarkan tidak kecil, maka
pentingnya peran asuransi.
Dengan asuransi, biaya yang harus
dikeluarkan korban sedikit berkurang atau bahkan diganti sepenuhnya. Namun,
tidak sedikit kasus, nasabah justru tidak mendapatkan ganti rugi sepeser pun,
gara-gara klaimnya ditolak pihak asuransi.
Contoh kasus kecelakaan yang
tidak di-cover asuransi adalah kecelakaan yang dialami Abdul Qodir Jaelani,
anak dari pendiri grup musik Dewa 19, Ahmad Dhani. Kecelakaan yang terjadi
medio 2013 itu cukup membetot perhatian publik.
Abdul Qodir Jaelani atau biasa
dipanggil Dul mengalami kecelakaan di Tol Jagorawi Km 8+200 ketika mengendarai
Mitsubsihi Lancer. Akibat kecelakaan maut itu, Dul terluka dan sebanyak tujuh
orang tewas.
Dul masuk rumah sakit dan
mendapatkan perawatan yang cukup intens kala itu. Dul juga sempat masuk meja
operasi sebanyak 5 kali. Total biaya perawatan Dul diklaim oleh ayahnya
mencapai sekitar Rp500 juta.
Dhani lantas mengajukan klaim
atas biaya berobat Dul tersebut kepada pihak asuransi, yakni Prudential. Nahas
bagi Dhani, klaim asuransi kesehatan tersebut ternyata tidak cair lantaran Dul
melakukan pelanggaran hukum.
Pelanggaran hukum yang dimaksud
karena Dul mengemudikan mobil di bawah umur dan tidak memiliki Surat Izin
Mengemudi (SIM). Untuk diketahui, Dul kala itu masih berumur 13 tahun, sehingga
secara hukum dinilai melakukan pelanggaran.
Dhani tidak terima anaknya
dianggap melanggar hukum. Bahkan, Dhani kala itu mengancam melakukan somasi
kepada pihak Prudential, dan membatalkan seluruh asuransinya dengan Prudential.
“Saya membatalkan semua asuransi
dengan perusahaan itu [Prudential]. Termasuk asuransi keempat anak-anak. Baik
asuransi jiwa, kesehatan, dan anak-anak,” kata Dhani dikutip dari Kontan.
Ada tidaknya kepemilikan SIM
memang menentukan cair tidaknya klaim asuransi. PT Asuransi Adira Dinamika
(Adira Insurance) membenarkan hal itu. Di dalam polis standar asuransi
kendaraan bermotor, kepemilikan SIM memang disebutkan.
“Jika pengemudi tidak memiliki
SIM saat kecelakaan, maka klaim tidak dapat diproses. SIM yang mati sama dengan
tidak memiliki SIM,” kata Ambar Kusumaningrum, PR Associate Adira Insurance
kepada Tirto.
Namun, Adira memberikan sedikit
kelonggaran apabila SIM yang mati jaraknya tidak jauh dengan waktu kejadian.
Klaim tersebut bisa tetap diproses, namun SIM yang mati itu harus dihidupkan
dulu sebelum klaim dicairkan.
Dalam asuransi, pihak tertanggung
atau nasabah yang melakukan pelanggaran hukum memang dikecualikan dari
penjaminan polis. Asuransi kecelakaan diri Indonesia misalnya, disebutkan
penanggung atau perusahaan asuransi tidak menjamin polis apabila tertanggung
melakukan pelanggaran hukum. Hal yang sama juga disebutkan di polis asuransi
lainnya seperti asuransi kendaraan bermotor, asuransi kesehatan dan lain
sebagainya.
Saat mengajukan polis asuransi,
calon pembeli biasanya akan diberitahukan mengenai syarat dan ketentuan
asuransi. Namun, calon pembeli polis asuransi seringkali melewatkan hal ini,
meski sebenarnya penting.
Kondisi ini bisa dibilang amat
sering terjadi. Padahal isi polis perlu dibaca seksama untuk mengetahui apa
yang dijamin maupun yang dikecualikan, serta semua ketentuan dan syarat telah
diatur di dalamnya.
“Kesehatan [paling sering disengketakan].
Itu masih nomor satu. Kendaraan itu nomor dua, yang sifatnya sederhana.
Orang-orang tidak paham (polis),” kata Ketua Badan Mediasi dan Arbitrase
Asuransi Indonesia (BMAI) Frans Lamury kepada Tirto.
Gara-gara itu, sengketa klaim
asuransi yang terjadi di Indonesia selama ini lebih banyak dimenangkan oleh
pihak perusahaan asuransi, menurut BMAI. Alhasil, nasabah yang sudah membayar
premi setiap bulan, terpaksa pasrah klaimnya gagal cair.
Meski sengketa antara penanggung
dan tertanggung sering terjadi. Tren kasus sengketa yang masuk ke BMAI dalam
tiga tahun terakhir tergolong menurun. Artinya, pelayanan industri asuransi
sebenarnya terus membaik.
Pada 2015, jumlah kasus sengketa
yang masuk ke BMAI tercatat sebanyak 50 kasus. Tahun berikutnya turun menjadi
42 kasus, dan pada 2017 menjadi 40 kasus. Adapun, sejak BMAI dibentuk pada
2006, total jumlah sengketa mencapai 651 kasus.
Prinsip Asuransi
Mengapa perusahaan asuransi
mengecualikan pelanggar hukum dari pencairan klaim?
Direktur Eksekutif Asosiasi
Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dody Sudyar Achmad Dalimunthe mengatakan
perusahaan asuransi pada dasarnya pasti membayar klaim asuransi dari para
nasabahnya. “Namun, ada prinsip-prinsip yang dipegang perusahaan asuransi,
yakni memastikan asuransi itu bersih, clear dan tidak menjadi objek mencari
keuntungan, mulai dari pembuatan polis sampai dengan proses klaim,” tutur Dody.
Ada enam prinsip universal yang
melandasi dibuatnya syarat dan ketentuan dalam sebuah asuransi. Pertama,
prinsip insurable interest atau orang yang berasuransi harus memiliki kepentingan
dengan objek pertanggungan.
Kedua, prinsip utmost good faith
atau penanggung maupun tertanggung asuransi harus punya itikad baik dalam
proses berasuransi, mulai dari pengajuan hingga proses klaim. Kalau itikad tidak
baik, klaim bisa ditolak.
Ketiga, prinsip indemnity atau
pihak asuransi akan memberikan penggantian klaim sebatas kerugian riil objek
pertanggungan. Misal, apabila rumah terbakar sebagian, maka ganti rugi asuransi
bukan seluruh nilai rumah.
Keempat, prinsip proximate cause
atau pihak asuransi akan memproses klaim berdasarkan apa penyebab utama
kerugian. Dengan kata lain, jika penyebab utama sesuai dengan polis, maka
asuransi akan membayar klaim.
Kelima, prinsip contribution,
dimana jika Tertanggung memiliki dua atau lebih polis asuransi, maka
tertanggung akan mendapatkan pembayaran klaim sebatas kepada nilai kerugian
riil saja. Hal ini bertujuan untuk menghindari keuntungan dari pembayaran
klaim.
Keenam, prinsip subrogation, di
mana jika asuransi sudah membayar klaim, lalu ada pihak lain yang ingin
memberikan kompensasi finansial kepada tertanggung, maka kompensasi itu
diberikan kepada penanggung. Sekali lagi, ini untuk menghindari tertanggung
mendapatkan keuntungan dari proses klaim asuransi.
“Asuransi tidak akan mengakomodir
hal-hal yang ilegal, sehingga seluruh prosedur akan patuh dengan regulasi yang
berlaku. Jadi kalau regulasi menyatakan kendaraan harus memiliki SIM yang sah,
maka itu berlaku,” kata Dody.
Namun, tidak menutup kemungkinan,
perusahaan asuransi bisa mencairkan klaim pemegang polis, meski pemegang polis
bersangkutan tidak memenuhi ketentuan isi polis. BMAI punya pengalaman terkait
itu.
Kasus yang dimaksud terjadi pada
2016 (PDF). Kala itu, BMAI menangani kasus sengketa klaim untuk polis asuransi
kecelakaan diri (personal accident). Kasus itu sendiri terjadi di Sulawesi
Selatan.
Ceritanya, ahli waris dari
Tertanggung menuntut Penanggung untuk membayar manfaat polis sebesar Rp150 juta
karena Tertanggung kehilangan satu anggota tubuhnya, yaitu kaki kirinya,
termasuk biaya perawatan di Rumah Sakit sebesar Rp30 juta.
Jumlah tuntutan ini sesuai isi
polis, termasuk penyebabnya yakni kecelakaan tertusuk paku. Namun setelah
diinvestigasi, perusahaan asuransi menolak mencairkan klaim tertanggung
lantaran penyebabnya bukan dikarenakan kecelakaan, melainkan akibat penyakit
gula yang diderita oleh tertanggung.
Setelah bermediasi, perusahaan
asuransi dan nasabah menyepakati klaim diselesaikan secara ex-gratia, tetapi hanya
untuk penggantian biaya perawatan selama di rumah sakit, yakni sebesar Rp30
juta.
Secara sederhana, ex gratia
diartikan sebagai pembayaran klaim secara kebijaksanaan untuk klaim yang
sebenarnya tidak dapat dikenakan. Pembayaran klaim ini semata-mata atas
pertimbangan faktor-faktor nonteknis, seperti hubungan baik.
Untuk menghindari klaim ditolak,
setiap pemilik polis wajib mencermati, mempelajari, dan memahami isi polis.
Bila merasa tidak puas dengan alasan penolakan, pemilik polis bisa meminta
bantuan badan yang khusus mengurusi kasus-kasus sengketa asuransi.
*Artikel ini ditulis oleh Ringkang Gumiwang dan tayang di tirto.co.id